Pages

Subscribe:

Thursday 20 June 2013

FITOHORMON



BAB I
PENDAHULUAN 
1.1  Latar Belakang
Organisme multiseluler mempunyai totepotensi yaitu kemampuan sel untuk memperbanyak diri dan membentuk organisme lengkap. Kondisi ini akan terjadi jika sel tersebut ditumbuhkan pada lingkungan yang sama kondisinya dengan lingkungan aslinya. Dengan konsep ini maka membuka pemikiran kita bahwa jika kita menggunakan sedikit dari bagian tanaman dan jika kemudian bahan tersebut ditumbuhkan pada media yang sesuai maka akan membentuk organisme tanaman yang lengkap. Teknik yang digunakan untuk menghasilkan tanaman baru seperti tersebut di atas adalah teknik kultur jaringan. Dengan teknik ini akan didapatkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat (Holil, 2009).
Faktor yang menunjang keberhasilan dalam teknik kultur jaringan adalah tahap preparasi yang terdiri dari persiapan alat dan bahan yang akan digunakan serta pada pembuatan media. Media kultur jaringan terdiri dari campuran garam-garam anorganik (garam mineral), gula, vitamin, asam amino, zat pengatur tumbuh, air serta bahan pemadat, sedangkan untuk tujuan tertentu seringkali ditambahakan arang aktif (Holil, 2009).

Pada praktikum ini, kita akan mempelajari tentang tatacara kultur daun dan akar tanaman anggrek dan kultur hipokotil kedelai. Semoga dengan adanya praktikum tentang kultur jaringan ini dapat memahami pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam rangka perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien.

1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.        Apa saja alat, bahan, dan media yang perlu dipersiapkan dalam teknik kultur jaringan tanaman?
2.        Bagaimana teknik dan perhitungan dalam pembuatan media dalam teknik kultur jaringan tanaman?
3.        Bagaimana kultur daun dan akar anggrek?
4.        Bagaimana kultur hipokotil kedelai?

1.3  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu :
1.        Untuk mengetahui alat, bahan, dan media apa yang perlu dipersiapkan dalam teknik kultur jaringan tanaman.
2.        Untuk mengetahui teknik dan perhitungan dalam pembuatan media dalam teknik kultur jaringan tanaman.
3.        Untuk mengetahui kultur daun dan akar anggrek.
4.        Untuk mengetahui kultur hipokotil kedelai.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teknik Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman, seperti jaringan, organ, atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Winata, 1987). Hartman et al (1990) menambahkan bahwa jaringan yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan tanaman adalah kalus, sel, dan protoplas, sedangkan organ tanamannya meliputi pucuk, bunga, daun dan akar.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Af’idah, 2009).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Af’idah, 2009).
Teknik kultur jaringan tanaman memiliki prospek yang lebih baik dari pada metode perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional dikarenakan keuntungan-keuntungan berikut : (a) jutaan klon dapat dihasilkan dalam waktu setahun hanya dari sejumlah kecil materi awal. Dengan metode vegetatif konvensional dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah yang sama dan jumlah bahan awal yang diperlukan pun lebih besar. (b) teknik kultur jaringan menawarkan suatu alternatif bagi spesies-spesies yang resisten terhadap sistem perbanyakan vegetatif konvensional dengan melakukan manipulasi terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk penggunaan zat pengatur tumbuh. (c) kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan tanaman di tingkat internasional. Apabila ditangani secara hati-hati, status aseptik dari bahan tanaman mengurangi kemungkinan bagi introduksi atau penyebaran penyakit tanaman. (d) teknik kultur jaringan tidak tergantung pada musim. Stok tanaman dapat segera diperbanyak pada sembarang waktu setelah pengiriman atau penyimpanan (Hu dan Wang, 1983) Karena semua proses dilakukan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali di laboratorium atau rumah kaca    (Zulkarnain, 2009).
Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif konvensional, kultur jaringan melibatkan pemisahan komponen-komponen biologis dan tingkat pengendalian yang tinggi dalam memacu proses regenerasi dan perkembangan jaringan. Setiap urutan proses dapat dimanipulasi melalui seleksi bahan tanaman, medium kultur dan faktor-faktor lingkungan, termasuk eliminasi mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Semua itu dimaksudkan untuk memaksimalkan produk akhir dalam bentuk kuantitas dan kualitas propagula berdasarkan prinsip totipotensi sel (Hartmann et al, 1990).

2.2 Tahapan-tahapan dalam Teknik Kultur Jaringan
Menurut Af’idah (2009), bahwa beberapa tahapan yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan yaitu : sterilisasi, pembuatan media, inisiasi, multiplikasi, pengakaran kemudian aklimatisasi.
Sterilisasi merupakan kegiatan untuk mensterilkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam kultur jaringan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya mikroba kontaminan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kultur (Amalia, 2009).
Pembuatan media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf (Af’idah, 2009).
Amalia (2009), menyatakan bahwa inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas atau daun.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.  Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar (Af’idah, 2009).
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik.  Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri) (Af’idah, 2009).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng (tempat). Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif (Af’idah, 2009).
2.3  Kultur Kalus
Tanaman dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur in-vitro dengan teknik kultur kalus atau kultur sel. Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau dalam medium cair yang sesuai, dalam waktu 2 – 4 minggu, bergantung pada spesiesnya, akan terbentuk massa kalus yaitu suatu massa amorf yang tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan induk. Kalus dapat disub-kultur dengan cara mengambil sebagian kalus dan memindahkannya pada medium baru. Dengan system induksi yang tepat kalus dapat berkembang menjadi tanaman yang utuh (plantlet) (Yuwono, 2006).
Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur (Af’idah, 2009).
Kultur kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari berbagai sumber, misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah dan bagian bunga. Kallus dihasilkan dari lapisan luar sel-sel korteks pada eksplan melalui pembelahan sel berulang-ulang. Kultur kalus tumbuh berkembang lebih lambat disbanding kultur yang berasal dari suspensi sel. Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu induksi, pembelahan sel dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber eksplan, komposisi nutrisi pada medium dan faktor lingkungan. Eksplan yang berasal dari jaringan meristem berkembang lebih cepat disbanding jaringan dari sel-sel berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memlihara kalus, maka perlu dilakukan sub kultur secara berkala, misalnya setiap 30 hari (Yuwono, 2006).
Kultur kalus bermanfaat untuk mempelajari beberapa aspek dalam metabolism tumbuhan dan diferensiasinya. Mislanya (1) mempelajari aspek nutrisi tanaman, (2) diferensiasi dan morfogenesis sel dan organ tanaman (3) variasi somaklonal, (4) tranformasi genetic menggunakan teknik biolistik (5) produksi metabolit sekunder dan regulasinya (Sahidah, 2009).
2.4  Tempat kultivasi dan media yang digunakan
Kultur in-vitro tanaman memerlukan beberapa komponen utama, yaitu : (1) bahan awal (starting materials), (2) medium yang sesuai, (3) tempat kultivasi. Bahan awal yang dapat digunakan untuk kultur in-vitro tanaman bermacam-macam, antara lain : batang, daun, tunas apical dan axilari (apical and axillary buds), petiole, anther, pollen, petal, ovule, akar dan lain-lain. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan awal kultur in-vitro disebut sebagai eksplan (Yuwono, 2006).
Kultur in vitro tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam medium yaitu medium padat atau medium cair. Kultivasi sel atau jaringan secara in-vitro secara prinsip dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam wadah, mulai dari tabung reaksi, tabung Erlenmeyer, bahkan botol sederhana. Hal yang paling penting dalam pemilihan wadah untuk kultur in vitro adalah kemudahan untuk menjaga sterilitasnya selama perbanyakan sel atau jaringan. Jika menggunakan kultivasi pada medium cair dan perlu penggojokan maka sebaiknya digunakan wadah yang memungkinkan untuk ditempatkan secara mudah dan aman pada alat penggojok. Oleh karena itu tabung Erlenmeyer merupakan wadah yang ideal untuk kultur sel menggunakan medium cair (Yuwono, 2006).
Adapun medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi membnetuk tanaman yang lengkap (disebut sebagai planlet), sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan mengandung lima komponen utama, yaitu senyawa organic, vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organic (Yuwono, 2006).
Senyawa anorganik terdiri atas unsure-unsur makro dan mikro. Pada umumnya medium mengandung nitrat dan potassium pada konsentrasi masing-masing 25mM. ammonium merupakan senyawa esensial untuk hamper semua kultur tetapi konsentrasi yang diperlukan lebih rendah disbanding dengan nitrat. Konsentrasi klasium, magnesium dan sulfat yang diperlukan sekitar 1-3 mM. unsure-unsur mikro yang diperlukan antara lain iodine (I), boron (B), mangan (Mg), zine (Zn), molybdenum (Mo), tembaga (Cu), kobalt (Co) dan besi (Fe) (Yuwono, 2006).
Adapun sumber karbon yang digunakan pada kultur kalus dapat berupa glukosa, fruktosa, maltose dan sukrosa dengan konsentrasi sekitar 2-4%, tetapi sukrosa merupakan sumber karbon yang banyak digunakan dalam banyak system kultur (Yuwono, 2006).

0 comments:

Post a Comment