Pages

Subscribe:

Monday, 27 May 2013

MAKALAH TERMOREGULASI PADA HEWAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Suhu lingkungan menentukan suhu bagi hewan poikiloterm. Bahkan suhu menjadi fator pembatas bagi kebanyahan makhluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh. Karena itu dari sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan bagi hewan-hewan eksoterm iak hanya berkaitan dengan akifitasnya saja tetapi juga mengenai pengaruhnya terhadap laju perkembangannya (Dharmawan, tt).
Avertebrata pada umumnya tidak mampu mengatur suhu tubuhnya, sehingga suhu tubuhnya sangat tergantung kepada lingkungannya. Pada vertebrata mekanisme pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) berjalan dengan baik. Suhu tubuh diatur dengan cara menyeimbangkan antara produksi panas dengan kehilangan panas. Terkecuali reptilia, amfibia (katak) dan ikan, mekanisme termoregulasi tidak berkembang. Binatang ini disebut binatang berdarah dingin (poikioterm) oleh karena itu suhu badan berubah-ubah sesuai perubahan suhu lingkungan (dalam kisaran tertentu). Dengan demikian kelompok hewan poikioterm bersifat conformer. 
 BACA SELENGKAPNYA KLIK http://adf.ly/Pd4LN
Pada burung dan mamalia (manusia), mahkluk berdarah panas (homoiterm) memiliki sekelompok reflek respon, yang terutama terpadu di hipotalamus, yang bekerja untuk mempertahankan suhu badan dalam kisaran sempit walaupun ada perubahan besar pada suhu lingkungannya. Dengan demikian kelompok hewan homoiterm bersifat regulator (Susilowati, 2006).
1.2  Rumusan masalah
  1. Bagaimanakah pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh pada hewan homoioterm dan poikiloterm
1.3  Tujuan
  1. untuk mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh pada hewan homoioterm dan poikiloterm?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Termoregulasi
            Menurut Campbell (2004). Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh di dalam suhu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Sebagian besar hewan dapat bertahan hidup menghadapi fruktuasi lingkungan eksternal yang lebih ekstrim dibandingkan dengan keadaan yang sangat ditolerir oleh setiap individu selnya. Meskipun spesies hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan mempunyai kisaran suhu yang optimum. Didalam kisaran tersebut  banyak hewan dapat mempertahankan suhu internal yang konstan meskipun suhu eksternalnya berfruktuasi.
            suhu merupakan salah satu faktor pembats penyebaran hewan, dan selanjutnya  menentukan aktifitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu lingkungan, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah dingin” atau poikioterm atau koniomer suhu (termokonformer). Poikiotermik berrarti suhu berubah (labil). Sebetulnya suhu tubuh tidak betul-betul sama dengan lingkungan, sebab kalau diukur dengan teliti, suhu selnya sedikit di atas suhu lingkungannya.Lebih sedikit hewan yang mempertahankan suhu tubuhnya, kelompok hewan ini disebut hewan ”berdarah panas” atau homeotermik atau regulator suhu (termoregulator). Yaitu kelompok hewan yang mengatur suhu tubuh secara parsial, yaitu bahwa regulasinya terbatas pada bagian tubuh tertentu (Soewolo, 2000).
            Strategi untuk mengurangi laju metabolisme dan temperature badan akibat udara dingin harus dilakukan hewan untuk mengatur pengurangan temperature badan karena perbuatan temperature. Banyak binatang yang mempertahankan dingin dan sangat dingin melalui gerakan yang lambat (Sukarsono, 2009).
2.2 Pengaturan Suhu Tubuh
            Menurut Campbell(2004). Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal seekor hewan. Sebagai contoh, laju respirasi seluler meningkat seiring peningkatan suhu sampai titik tertentu dan kemudian menurun ketika suhu itu sudah cukup tinggi sehingga mulai mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah dengan perubahan suhu. Seekor hewan endotermik memanaskan tubuhnya terutama dengan cara menyerap panas dari sekelilingnya. Jumlah panas ini diperoleh dari metabolismenya sendiri umumnya dapat diabaikan, sebaliknya seekor hewan endotermik mendapatkan sebagian besar atau semua panas tubuhnya dari metabolisme tubuhnya sendiri.
            Hal ini juga sesuai dengan  Hukum Toleransi Shelford yang berbunyi ” bahwa setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi faktor lingkungannya”. Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme akan mengalami keadaan kecaman stress fisiologis. Dengan perkataan lain organisme berada dalam kondisi kritis berupa hipotermia suhu rendah, sedang pada suhu ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala hipertermia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan itu berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan itu akan mati (Dharmawan, tt).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum tentang termoregulasi pada homoioterm (manusia) dan poikiloterm (katak) ini dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 4 juni 2009, yang bertempat di laboratorium UIN-Malang.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
            Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bejana 400 cc yang masing-masing diisi air (suhu kamar) dan air hangat 400c.
2. Batang kayu untuk mengikat katak
3. Tali pengikat (rafia)
4. Termometer badan manusia
5. Termometer biasa
6. Jam tangan
7. Kompor listrik
8. Panci kecil

3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Air
2. Es batu
3. Manusia (probandus)
4. Katak (probandus)
  
 3.3 Cara Kerja
            Adapun langkah-langkang kerja yang dilakukan dalam oraktikum ini adalah sebagai berikut:
A. Mengukur Suhu Katak
  1. Mengukur suhu air (pada suhu kamar) didalam bejana dulu.
  2. Mengikat katak pada bagian bawah kayu kemudian memasukkan kedalam bejana yang berisi air.
  3. Memasukkan termometer kedalam mulutnya sedalam mungkin.
  4. Mencatat suhu badan katak sebelum dimasukkan kedalam air dan mencatat suhu badan setiap 2 menit.
  5. Mengulangi percobaan tersebut dengan memasukkan katak kedalam air es serta air hangat 350C dan memperhatikan perubahan suhu badan setiap 2 menit.
B. Mengukur Suhu Badan Pada Manusia
  1. Mengukur didalam kamar percobaan. Hanya dilakukan satu pengukuran saja pada satu probandus.
  2. Mengukur suhu badan dari bawah lidah selama 5 menit.
  3. Mengukur lagi suhu badan dibawah lidah setelah berkumur dengan air es selama 1 menit.
  4. Selanjutnya berkumur lagi dengan air hangat selama 1 menit dan mengukur lagi suhunya
  5. Mengulangi percobaan diatas dengan bernafas melalui mulut.
  6. Membuat grafik hubungan antara perubahan suhu lingkungan dengan perubahan suhu tubuh hasil percobaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
            adapun hasil yang diperoleh setelah melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:
Pada katak

Perlakuan
Perubahan suhu katak menit ke
0
2
4
6
8
10

Air biasa (270C)

260C
260C
26,50C
260C
260C
260C

Air hangat (360C)

260C
310C
32,20C
330C
33,50C
33,50C

Air dingin (120C)

300C
260C
240C
220C
210C
210C
                                                           
Pada Manusia

Perlakuan
Perubahan suhu dengan pernafasan
Mulut
Hidung
Tidak berkumur

36,40C
36,40C
Berkumur air hangat (430C)

36,70C
36,80C
Berkumur air dingin (90C)

350C
35,40C
                                               
4.2 PEMBAHASAN
Suhu merupakan salah saru faktor pembatas penyebaran hewan, dan selanjutnya menentukan aktivasi hewan. Rentangan suhu dibumi  jauh lebih besar dibandingkan dengan  rentangan penyebaran aktivitas hidup. Suhu udara dibumi tergantung dari -700C-+850C. Secara umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 00-400C. Kebanyakan hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit. Beberapa hewan dapat bertahan hidup tetapi tidak aktif di bawah 00C, dan beberapa tahan terhadap suhu sangat dingin. Perlu diketahui tidak ada hewan yang mampu bertahan hidup di atas suhu 500C, dan sedikit bakteri dan alga aktif dalam sumber air panas dengan suhu 700C. Batas-batas untuk reproduksi lebih sempit dari pada suhu hewan dewasa bertahan hidup, tetapi embrio kebanyakan homoeterm lebih tahan terhadap rentangan suhu yang lebih lebar dari pada yang dewasa(Soewolo, 2000).   
            Hewan ektotermik maupun endotermik mengtur suhu tubuhnya dengan menggunakan beberapa kombinasi dari empat kategori umum adaptasi:
a)      penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya. Insulin, seperti rambut, bulu, dan lemak yang terletak persis dibawah kulit, mengurangi kehingan panas dari tubuh hewan. Mekanisme lain yang mengatur pertukaran panas umumnya melibatkan adaptasi sistem sirkulasi. Jenis adaptasi lain yang mengatur pertukaran panas adalah suatu pertukaran arteri dan vena yang disebut sebagai penukar panas lawan-arus. Penukaran ini sangat penting dalam pengontrolan hilangnya panas dari anggota tubuhnya. Pengaturan ini memudahkan pemindahan panas dari arteri ke vena di espanjang pembuluh darah tersebut. Pada beberapa spesies, darah dapat memasuki tungkai baik melui penukar panas atau melalui pembuluh yang dialihkan di sekitar panas itu. Jumlah relatif darah yang yang memasuki tungkai melalui kedua jalur yang berbeda itu sungguh bervariasi, sehingga mengatur laju kehingan panas.
b)      pendinginan melalui kehingan panas evaporatif. Hewan endotermik dan ektotermik  terrestrial kehilangan air melalui pernafasanya dan melalui kulit. Jika kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan hewan akan kehilangan panas dengan cara pendingan melalui evaporasi. Evaporasi dari sistem respirasi dapat ditingkatkan dengan cara panting (menjulurkan lidah keluar). Pendingan melalui evaporasi pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara berendam atau berkeringat.
c)      respon perilaku. Banyak hewan dapat meningkatkan atau menurunkan hilangnya panas tubuh dengan cara berpindah tempat. Mereka akan berjemur di bawah terik matahari atau pada batu panas selama musim dingin; menemukan tempat sejuk dan lembab atau masuk ke dalam lubang didalam tanah pada musim panas; atau bahkan bermikgrasi ke lingkungan jyang lebih sesuai.
d)     pengubahan laju produksi panas metabolik. Kategori keempat adaptasi termoregulasi ini hanya berlaku bagi hewan endotermik. Khususnya mamalia dan unggas. Banyak spesies mamalia dan unggas dapat melipat gandakan produksi panas metaboliknya sebanyak dua atau tiga kali lipat ketika terpapar keadaan dingin (Campbell, 2004). 
Menurut kramadibrata (1995). Sebagai organisme yang bersifat heterotof , maka hewan selalu menggantungkan pada organisme-organisme lain, baik yang berupa tumbuhan, jenis hewan lain ataupun materi organuk produk organisme-organisme itu. Karena itu maka masalah Habitat secara umum pada hewan-hewan merupakan masalah interaksi spesies. Untuk mendapatkan dan memanfaatkan makan dari lingkungan tempat hidupnya. Setiap hewan sudah dilengkapi dengan beraneka adaptasi fisiologi, struktural dan perilaku tertentu. Masalah kehadiran suatu populasi hewan disuatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesis hewan tersebut dimuka bumi ini selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 kesimpulan
            Dari hasil hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a)      Hewan poikioterm (katak) mendapatkan sebagian besar panas tubuhnya dari sekelilingnya
b)      Pada mamalia (manusia) mendapatkan panas tubuhnya terutama dari metabolisme dan menggunakan energi metabolisme untuk mekanisme pemanasan dan pendinginan yang mempertahankan suhu tubuh relatif konstan.

DAFTAR PUTAKA

Campbell, reece. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: erlangga
Dharmawan, Agus. tanpa tahun. Ekologi Hewan. Malang: UM Press
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: proyek pengembangan guru sekolah menengah IBRD Loan No. 3979.
Susilowati, retno. 2006. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. UIN Malang
Sukarsono. 2009. Ekologi Hewan. Malang: UMM Press

0 comments:

Post a Comment