2.1 Kultur Jaringan
Kultur jaringan
dalam bahasa asing
disebut sebagai tissue culture. Kultur
adalah budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk
dan fungsi yang
sama. jadi, kultur
jaringan berarti membudidayakan
suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya (Suryowinoto,1991).
Pelaksanaan teknik kultur jaringan
ini berdasarkan teori
sel seperti yang ditemukan oleh
Scheiden dan Schwann,
yaitu bahwa sel
mempunyai kemampun autonom,
bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotesi adalah kemampuan setiap
sel, dari mana saja sel tersebut
diambil, apabila diletakan
dalam lingkungan yang sesuai
akan dapat tumbuh
menjadi tanaman yang
sempurna (Suryowinoto, 1985).
Kultur adalah
budidaya sementara jaringan
adalah sekelompok sel
yang mempunyai bentuk dan
fungsi yang sama.
Sehingga kultur jaringan
adalah membudidayakan
jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. (Daisy. P dan
Wijayani. A: 1994).
Kultur jaringan adalah suatu metode
penanaman protoplas, sel, jaringan, dan organ pada media buatan dalam kondisi
aseptik sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Salah satu
aplikasi kultur jaringan yang telah dikenal secara meluas dan telah banyak diusahakan untuk tujuan komersial adalah perbanyakan tanaman Perbanyakan melalui kultur jaringan
yang banyak diusahakan secara komersial pada saat ini
terutama di negara-negara maju
seperti Amerika, Jepang,
dan Eropa Berdasarkan hasil
percobaan Morel pada
tahun 1960 pada
tanaman anggrek Cymbidium dan
tanaman hias lainnya, dalam waktu singkat dari bahan tanaman yang sangat terbatas
menghasilkan tanaman baru yang
sangat banyak. Hasil
penelitian tersebut telah merangsang para peneliti untuk menerapkannya
pada tanaman lain.
Kultur
jaringan merupakan salah
satu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan
cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun,
mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbanyakan
tanaman dengan menggunakan
bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang
dilakukan di tempat steril. (Daisy. P dan Wijayani. A:
1994).
Menurut Sagawa (1998), penggunaan metode
kultur dapat mempercepat perbanyakan vegetatif dan generatif, mempermudah
seleksi mutan, menghindarkan sterilisasi yang menghambat hibridasi,
menghasilkan tanaman bebas patogen dan dapat melestarikan plasma nutfah.
Embriogenesis dimulai dengan pembelahan
gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan
dikulturkan dalam media yang mengandung auksln Banyak faktor yang mempengaruhi
embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen
yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa). Selanjutnya gel membelah
terus hingga memasuki tahap
globular. Pada saat tersebut sel aktif
membelah kesegala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi
protoderm (bakal epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan
dasar dan jaringan pembuluhpun mulai terbentuk. Pembelahan kesegala arah
tersebut terhenti ketika pembentukan primordia kotiledon, pada saat embrio matang sudah autotrof.
Embrio yang matang
akan berkecambah dan
tumbuh menjadi tumbuhan yang
baru pada kondisi yang cocok (Bajaj, 1994; Dodeman dkk. 1997;Lits, 1985).
Proses
pembentukan dan perkembangan embrio
(embriogenesis) menentukan
pola pertumbuhan, yaitu
meristem pucuk ke atas,
meristem akar ke bawah, dan pola-pola dasar jaringan
lainnya berkembang pada 'axis' pucuk -akar ini, namun pada tiap tumbuhan
terdapat variasi pada proses embriogenesis.
Pada metode kultur jaringan terbukti
gel somatik yang terbentuk dari gel-gel embriogenik dapat
juga melakukan proses
embriogenesis. Fenomena ini
berhasil diamati pada tahun
50-an pada beberapa
tanaman, seperti kedelai,
jagung, dan terutama pada
wortel. Korteks wortel yang ditanam pada media dasar 'white', sukrosa dan 2.4-D
membentuk massa kalus, yang kemudian dipindahkan ke media tanpa 2.4-D ternyata
sekumpulan gel membelah
teratur dan melalui
tahap normal embriogenesis yaitu
globular, jantung, dan torpedo,kemudian menjadi tanaman baru yang lengkap.
Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa setiap gel
pada tumbuhan masih memiliki
kapasitas yang dipunyai oleh zigot dari mana gel tersebut berasal jadi hanya
dengan memberikan rangsangan yaitu berupa lingkungan yang cocok (terutama
dari media tempat
gel kultur), maka
gel tersebut akan
mampu mengekspresikan potensi
untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu baru (Bajaj, 1994).
2.2 Tahapan-tahapan dalam Teknik Kultur
Jaringan
Menurut Af’idah (2009), bahwa beberapa tahapan
yang dilakukan dalam teknik kultur jaringan yaitu : sterilisasi, pembuatan
media, inisiasi, multiplikasi, pengakaran kemudian aklimatisasi.
Sterilisasi merupakan kegiatan untuk
mensterilkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam kultur
jaringan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya mikroba kontaminan yang
dapat menyebabkan kerusakan pada kultur (Amalia, 2009).
Pembuatan media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca
kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf (Af’idah, 2009).
Amalia
(2009), menyatakan bahwa inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian
tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk
kegiatan kultur jaringan adalah tunas atau daun.
Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi
yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat
yang steril dengan suhu kamar (Af’idah, 2009).
Pengakaran
adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri) (Af’idah,
2009).
Aklimatisasi
adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng
(tempat). Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan
memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar
dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan
terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi
dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan
pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit
generatif (Af’idah, 2009).
2.3 Zat
Pengatur Tumbuh
Zat
pengantur tumbuh adalah senyawa organic bukan nutrisi tanaman yang aktif dalam
jumlah kecil yang disintensiskan pada bagian tertentu tanaman dan pada
umumnya diangkut ke
bagian lain tanaman
dimana Zat tersebut
menimbulkan tanggapan
secara biokimia,fisiologis dan morfologis. Zat
pengantur tumbuh yang umumdigunakan dalam
kultur in vitro
adalah golongan auksin
dan sitokinin (Wattimena, 1988).
Zat
pengatur tumbuh (ZPT) memainkan peranan yang penting melalui pengaruhnya pada
pembelahan sel dan diferensiasi sel selama terjadinya perkembangan dari zigot
sampai perkecambahan biji, pertumbuhan vegetatif dan reproduktif. ZPT alami dan
senyawa buatan adalah zat yang dapat mengubah pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, nama senyawa tersebut dapat juga pada kegiatan fisiologisnya, misal :
Zat tumbuh daun, akar, dsb.
More
(1989), membedakan antara hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh (ZPT) sebagai
berikut :
a.
Hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi
yang aktif dalam jumlah kecil (<1 mM) yang disintesis pada bagian tertentu,
umumnya ditranslokasikan ke bagian lain tanaman dimana senyawa tersebut
menghasilkan suatu respon secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
b.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan
nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) mampu mendorong, menghambat
atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Agar hormon tumbuhan yang terdapat
dalam jumlah yang relatif sangat kecil bersifat aktif dan khas, dapat di
pastikan harus ada tiga syarat utama dalam sistem respon. Yang pertama, hormon
harus ada dalam jumlah yang cukup dalam sel yang tepat. Kedua, hormon harus
dikenali dan diikat erat oleh setiap kelompok sel yang tanggap terhadap hormon
(sel sasaran yang peka). Dan untuk ini diperlukan protein penerima yaitu suatu
protein yang memiliki struktur komplek yang dapat mengenali dan memilih
diantara molekul yang jauh lebih kecil. Ketiga, protein penerima tersebut
(konfigurasinya diduga berubah saat menerima hormon) harus dapat menyebabkan
perubahan metabolik lain yang mengarah pada penguatan isyarat atau kurir hormon
(Untung,2001).
Frank dan Ceon (1995), menyatakan
bahwa hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis oleh salah satu
bagian tanaman dan dipindahkan ke bagian tanaman yang lain. Pada konsentrasi
yang sangat rendah hormon mampu menimbulkan suatu respon fisiologis, dan juga
menyatakan bahwa hormon yang sudah dikenal sampai sekarang hanya ada 5 kelompok
walaupun masih banyak lagi yang dipastikan di temukan. Kelima kelompok yang
sudah di kenal itu meliputi 4 macam auksin, berbagai macam giberellin (tercatat
86 macam), beberapa sitokinin, asam absisat dan etilen.
Titik-titik dalam proses ekspresi
gen yang menunjukkan bagaimana aktivitas atau peran hormon pada prinsipnya
dapat dikelompokkan atas peran hormon pada membran, substrat dan pada enzim.
1.
Hormon mempengaruhi permeabilitas membran. Pengaruhnya
dapat meningkatkan atau menurunkan. Bila permeabilitasnya meningkat maka akan
mengakibatkan kemampuan selektivitas menurun, sehingga memacu masuknya ion-ion
atau senyawa-senyawa ke dalam sel. Sedangkan bila permeabilitasnya menurun maka
akan mengakibatkan selektifitas meningkat sehingga akan mengurangi masuknya
ion-ion atau senyawa tertentu ke dalam sel. Kemampuan selektivitas memungkinkan
masuknya ion tertentu dan menghambat ion yang lain, sehingga konsentrasi ion
tertentu di dalam sel akan meningkat dibandingkan dengan di luar sel. Artinya
bahwa substrat di luar sel tidak sama dengan substrat di dalam sel.
2. Hormon
mampu menghambat atau mempercepat terbentuknya kompleks enzim-substrat, artinya
dengan posisi demikian hormon mempunyai peran dapat mendorong percepatan reaksi
enzimatik atau menghambat. Pada
reaksi enzimatik agar terbentuk produk, terlebih dahulu substrat harus
berikatan dengan enzim membentuk kompleks-enzim-substrat.
3. Hormon
dapat mempercepat penyediaan atau pembentukan : atp. Koenzim, kofaktor, dan vitamin pada reaksi
enzimatik, karena efektifitas kerja enzim sangat memerlukan hal-hal di atas.
4. Hormon sendiri berfungsi sebagai
koenzim, sehingga enzim yang sebelumnya tidak aktif menjadi aktif berfungsi.
Untuk dapat aktif enzim memerlukan koenzim, atau dapat pula hormon itu hanya
berfungsi sebagai pengaktif saja.
5. Hormon berfungsi sebagai pengaktif,
jika pada enzim terdapat inhibitornya. Seperti diketahui bahwa enzim dapat
menjadi tidak aktif bila terdapat hambatan (inhibitor). Bila yang terjadi
adalah inhibitor kompetitif hormon dapat membantu dengan cara meningkatkan
konsentrasi substrat atau enzimnya. Sedangkan bila yang terjadi adalah
inhibitor non kompetitif maka hormon bertindak sebagai penangkap atau pengikat
inhibitor nin kompetitifnya hingga hambatan menurun dan reaksi berjalan.
6. Hormon dapat berperan sebagai
pengaktif prekrusor enzim, dalam hal ini hormon berperan sebagai scond
massenger pada sistesis protein sehingga percepatan reaksi dapat terjadi.
7. Hormon sebagai pengatur efek
allosterik (sebagai efektor),
8. Hormon dapat mempengaruhi langsung
dalam aktifitas sintesis protein. (Untung,2001).
2.4 Manfaat Kultur in Vitro
Menurut Santoso (1998), manfaat
kultur in Vitro adalah :
1. Dapat mengatasi perbanyakan tanaman
yang persentase perkecambahan bijinya rendah.
2. Dapat mengatasi perbanyakan tanaman
yang sulit membentuk biji.
3. Dapat memperpendek waktu perbanyakan
tanaman yang masa reproduksinya membutuhkan waktu yang lama.
4. Mempermudah usaha perbanyakan dan
pemuliaan tanaman secara umum selalu diperbanyak dengan cara vegetatif.
5.
Untuk mendapatkan tanaman yang toleran pada stress
lingkungan tertentu.
6.
Untuk mendapatkan tanaman yang bebas dan bahkan tahan
terhadap serangan mikroorganisme.
7. Dapat membantu proses konservasi
plasma nurfah.
Menurut untung (2001), tujuan sel
yang paling banyak dilakukan adalah dalam rangka untuk :
1. Mendapatkan klon tanaman yang
berasal dari sel tunggal.
2. Untuk membuat mutasi yang seragam
kemudian seleksi mutan.
3. Untuk mendapatkan ekstraksi senyawa
sekunder.
4.
Untuk keperluan penggandaan kromosom (chromosome doubling).
Sedangkan
kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang di isolasi dan
ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan mampu memperbanyak
dirinya (mengganda massa selnya) secara terus-menerus. Sel-sel penyusun kalus
adalah sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan renggang dengan sel-sel lainnya.
Manfaat dari kultur jaringan secara in vitro bagi perbanyakan tanaman adalah
:
a.
Pengadaan bibit tidak tergantung musim
b.
Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu
yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun
dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
c.
Bibit yang dihasilkan seragam
d.
Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (meng gunakan
organ tertentu)
e.
Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah
(Anonimous, 2009)..
2.5 Media Tanam Kultur Jaringan
Unsur-unsur
yang Dibutuhkan Tanaman Sebelum menguraikan
cara-cara membuat medium
kultur jaringan, maka terlebih dahulu
kita harus mengetahui
unsur-unsur yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur
yang dibutuhkan tanaman
dikelompokkan menjadi:
1. Garam-garam
Anorganik
Setiap
tanaman membutuhkan paling sedikit 16 unsur untuk pertumbuhannya yang normal.
Tiga unsur di antaranya adalah C,H,O yang di ambil dari udara, sedangkan 13
unsur yang lain berupa pupuk yang dapat
diberikan melalui akar atau melalui daun.
Pada perbanyakan tanaman secara
kultur jaringan. Semua unsur
tersebut dibutuhkan oleh tanaman
untuk pertumbuhannya. Ada
unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang
disebut unsur makro, ada pula yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit
tetapi harus tersedia yang disebut unsur mikro.
2. Zat-zat
Organik
Zat-zat
organik yang biasanya ditambahkan dalam medium kultur jaringan adalah
sukrosa, mio inositol, asam amino, dan
zat pengatur tumbuh. Sedangkan sebagai tambahan biasanya diberi zat
organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi, pisang, tomat, toge dan
lain-lain.
2.5.1 Kegunaan Setiap Unsur Bagi Tanaman
Menurut Sutami (1989), kegunaan tiap
unsur-unsur bagi petumbuhan tanaman atau jaringan tanaman adalah sebagai
berikut :
1.
Unsur Nitrogen (N), Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk penyuburkan
tanaman, sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan
organik yang lain.
2.
Unsur Fospor (P), Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat.
Maka, unsur P ini dibutuhkan secara
besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih.
3.
Unsur Kalium (K), Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat
digunakan untuk memperkuat
serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
4.
Unsur Sulpur (S), Unsur ini digunakan
untuk proses pembentukan
anakan sehingga pertumbuhan dan
ketahanan tanaman terjamin.
5. Unsur Kalsium (Ca), Digunakan untuk
merangsang pembentukkan bulu-bulu akar,
mengeraskan batang dan merangsang pembentukkan biji.
6.
Unsur Magnesium (Mg), Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk
ppembentukkan sejumlah protein.
7.
Unsur Besi (Fe, Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati agint) yang
sangat penting untuk menyagga kestabilan
pH media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman.
8.
Unsur Sukrosa, Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai
sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus.
9.
Unsur Glukosa atau Fruktosa, Unsur
ini dapat digunakan sebagai unsur
pengganti sukrosa karena dapat
merangsang beberapa jaringan.
10.
Unsur Mio-inositol, Penambahan unsur ini pada medium bertujuan untuk membantu
diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan.
11.
Unsur Vitamin, Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam mediumklutur
jaringan antara lain adalah Thiamin. Thiamin adalah vitamin esensial yang digunakan untuk medium kultur jaringan. Fungsi dari
tiamin adalah untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga
berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat
dan memindahkan energi.
12.
Unsur Asam Amino, Unsur ini diunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan
diferensiasi sel. Kebutuhan unsur asam amino oleh tanaman berbeda.
2.6 Bentuk Fisik Media Tanam
Media tanam harus berisi semua zat
yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu
berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula ,
vitamin, protein, dan hormon tumbuh. media tanam dalam kultur jaringan adalah
tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam tersebut dapat berupa larutan (cair)
atau padat. Media cair berarti campuran-campuran zat kimia dengan air suling,
sedangkan media padat adalah
media zat cair tesebut ditambah dengan zat pemadat agar.
0 comments:
Post a Comment